Sekilas Tentang Pupuk Organik

Sekilas Tentang Pupuk Organik

PUPUK ORGANIK adalah nama kolektif untuk semua jenis bahan organik asal tanaman dan hewan yang dapat dirombak menjadi hara tersedia bagi tanaman. 
Dalam Permentan No.2/Pert/Hk.060/2/2006, tentang pupuk organik dan pembenah tanah, dikemukakan bahwa PUPUK ORGANIK adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri atas bahan organik yang berasal dari tanaman dan atau hewan yang telah melalui proses rekayasa, dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan mensuplai bahan organik untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah.
Definisi tersebut menunjukkan bahwa pupuk organik lebih ditujukan kepada kandungan C-organik atau bahan organik daripada kadar haranya; nilai C-organik itulah yang menjadi pembeda dengan pupuk anorganik. Bila C-organik rendah dan tidak masuk dalam ketentuan pupuk organik maka diklasifikasikan sebagai pembenah tanah organik. Pembenah tanah atau soil ameliorant menurut SK Mentan adalah bahan-bahan sintesis atau alami, organik atau mineral.
Sumber bahan organik dapat berupa kompos, pupuk hijau, pupuk kandang, sisa panen (jerami, brangkasan, tongkol jagung, bagas tebu, dan sabut kelapa), limbah ternak, limbah industri yang menggunakan bahan pertanian, dan limbah kota. Kompos merupakan produk pembusukan dari limbah tanaman dan hewan hasil perombakan oleh fungi, aktinomiset, dan cacing tanah. 
Pupuk hijau merupakan keseluruhan tanaman hijau maupun hanya bagian dari tanaman seperti sisa batang dan tunggul akar setelah bagian atas tanaman yang hijau digunakan sebagai pakan ternak. 
Sebagai contoh pupuk hijau ini adalah sisa–sisa tanaman, kacang-kacangan, dan tanaman paku air Azolla. Pupuk kandang merupakan kotoran ternak. Limbah ternak merupakan limbah dari rumah potong berupa tulang-tulang, darah, dan sebagainya. 
Limbah industri yang menggunakan bahan pertanian merupakan limbah berasal dari limbah pabrik gula, limbah pengolahan kelapa sawit, penggilingan padi, limbah bumbu masak, dan sebagainya.

Bahan Baku Pupuk Organik Jadi Rebutan

Bahan baku pupuk organik jenis pupuk kompos semakin diperebutkan seiring kenaikan permintaan kebutuhan pupuk organik. Dalam lima tahun ke depan, pemerintah menargetkan penggunaan pupuk organik meningkat dari 2 persen menjadi 10 persen dengan total luas areal pemupukan 1,12 juta hektar.

Direktur Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air (PLA) Departemen Pertanian Hilman Manan, Jumat (11/12) di Yogyakarta, mengungkapkan, saat ini bahan baku pupuk organik dalam bentuk jerami dan kotoran hewan menjadi rebutan.

Pabrik pupuk organik mencari bahan baku hingga ke daerah- daerah lain. Karena itu, dia mengingatkan kepada petani agar benar-benar memanfaatkan kotoran hewan, jerami, ataupun sampah organik lain untuk menyuburkan tanah mereka sendiri. ”Pupuk kompos tidak hanya berbahan baku kotoran hewan, tetapi juga jerami dan sampah organik. Karena itu, jangan menjual jerami atau kotoran hewan, manfaatkan itu untuk keperluan sendiri,” katanya.

Kotoran hewan dimanfaatkan untuk protein sel tunggal, sedangkan jerami untuk memenuhi kebutuhan unsur K atau kalium.
    
Hilman menceritakan, di Kuningan, Jawa Barat, pencurian jerami bahkan sampai terjadi. Jerami yang dibiarkan teronggok di sawah bisa hilang keesokan harinya. Di satu sisi, petani mengeluhkan kurangnya bahan baku pupuk organik. Di sisi lain pabrik pupuk organik bisa terus berproduksi.

Direktur Pengelolaan Lahan pada Direktorat PLA Deptan Amier Hartono menyatakan, saat ini penggunaan pupuk organik baru sekitar 2 persen dari total lahan pertanian tanaman padi.

Pada tahun 2014, Deptan menargetkan penggunaan pupuk organik hingga 10 persen.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, luas areal panen padi tahun 2009 mencapai 12,8 juta hektar. Mengacu luas tanam padi tersebut, secara bertahap permintaan pupuk organik hingga 2014 akan meningkat dari 1,7 juta ton menjadi 9,05 juta ton.

Setiap hektar lahan memerlukan pupuk organik hingga 7 ton, tetapi ada yang lebih rendah, bahkan hanya 2 ton.


Kompas 14 Desember 2009

Menanam tumbuhan di pasir

Mungkin bagi sebagian orang sangatlah mustahil, tapi jika kita mau berusaha pasti akan ada jalan keluarnya.
Saya tidak bisa ngomong banyak disini, tapi gambar dibawah ini akan bisa mewakili tulisan saya.
Lihat dengan seksama dan silahkan berkomentar.
Semua tanaman ini ditanam di laboratorium Nasa di daerah pesisir pantai selatan tepatnya di Pandansimo, Yogyakarta dengan media pasir laut yang telah dipupuk dengan pupuk produksi Natural Nusantara.
Silahkan anda lihat kembali dan biarkan anda sendiri yang menentukan :
Apakah Produk Natural Nusantara sangat baik untuk pertanian.....?

Jika anda belum yakin, silahkan anda membuktikan sendiri.

Budidaya Ikan Kerapu

BUDIDAYA IKAN KERAPU.
Salah satu jenis ikan yang mempunyai potensi untuk dibudidayakan adalah jenis ikan kerapu tikus (Cromileptes altivalis) karena memiliki nilai ekonomi yang tinggi dengan harga Rp.100.000,- - Rp.150.000,- per kilogram bagi ikan kerapu tikus hidup berukuran di atas 300 gram di tingkat pedagang pengumpul. 
LOKASI 
Pemilihan lokasi untuk budidaya ikan kerapu memegang peranan yang sangat penting. Permilihan lokasi yang tepat akan mendukung kesinambungan usaha dan target produksi. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memilih lokasi untuk budidaya ikan kerapu ini adalah faktor resiko seperti keadaan angin dan gelombang, kedalaman perairan, bebas dari bahan pencemar, tidak mengganggu alur pelayaran; faktor kenyamanan seperti dekat dengan prasarana perhubungan darat, pelelangan ikan (sumber pakan), dan pemasok sarana Dan prasarana yang diperlukan (listrik, telpon), dan faktor hidrografi seperti selain harus jernih, bebas dari bahan pencemaran dan bebas dari arus balik, Dan perairannya harus memiliki sifat fisik dan kimia tertentu (kadar garam, oksigen terlarut). 
ANALISIS PRODUKSI 
Kerapu merupakan jenis ikan demersal yang suka hidup di perairan karang, di antara celah-celah karang atau di dalam gua di dasar perairan. Ikan karnivora yang tergolong kurang aktif ini relatif mudah dibudidayakan, karena mempunyai daya adaptasi yang tinggi. Untuk memenuhi permintaan akan ikan kerapu yang terus meningkat, tidak dapat dipenuhi dari hasil penangkapan sehingga usaha budidaya merupakan salah satu peluang usaha yang masih sangat terbuka luas. 
Dikenal 3 jenis ikan kerapu, yaitu kerapu tikus, kerapu macan, dan kerapu lumpur yang telah tersedia dan dikuasai teknologinya. 
Dari ketiga jenis ikan kerapu di atas, untuk pengembangan di Kabupaten Kupang ini disarankan jenis ikan kerapu tikus (Cromileptes altivelis). Hal ini karena harga per kilogramnya jauh lebih mahal dibandingkan dengan kedua jenis kerapu lainnya. 
Di Indonesia, kerapu tikus ini dikenal juga sebagai kerapu bebek atau di dunia perdagangan internsional mendapat julukan sebagai panther fish karena di sekujur tubuhnya dihiasi bintik-bintik kecil bulat berwarna hitam. 
Penyebaran dan Habitat Daerah penyebaran kerapu tikus di mulai dari Afrika Timur sampai Pasifik Barat Daya. Di Indonesia, ikan kerapu banyak ditemukan di perairan Pulau Sumatera, Jawa, Sulawesi, Pulau Buru, dan Ambon. 
Salah satu indikator adanya kerapu adalah perairan karang. Indonesia memiliki perairan karang yang cukup luas sehingga potensi sumberdaya ikan kerapunya sangat besar. Dalam siklus hidupnya, pada umumnya kerapu muda hidup di perairan karang pantai dengan kedalaman 0,5 ? 3 m, selanjutnya menginjak dewasa beruaya ke perairan yang lebih dalam antara 7 ? 40 m. Telur dan larvanya bersifat pelagis, sedangkan kerapu muda dan dewasa bersifat demersal. 
Habitat favorit larva dan kerapu tikus muda adalah perairan pantai dengan dasar pasir berkarang yang banyak ditumbuhi padang lamun. Parameter-parameter ekonlogis yang cocok untuk pertumbuhan ikan kerapu yaitu temperatur antara 24 ? 310C, salinitas antara 30-33 ppt, kandungan oksigen terlarut > 3,5 ppm dan pH antara 7,8 ? 8. Perairan dengan kondisi seperti ini, pada umumnya terdapat di perairan terumbu karang. Proses Budidaya Budidaya ikan kerapu tikus ini, dapat dilakukan dengan menggunakan bak semen atau pun dengan menggunakan Keramba Jaring Apung (KJA). 
Untuk keperluan studi ini, dipilih budidaya dengan menggunakan KJA. Budidaya ikan kerapu dalam KJA akan berhasil dengan baik (tumbuh cepat Dan kelangsungan hidup tinggi) apabila pemilihan jenis ikan yang dibudidayakan, ukuran benih yang ditebar dan kepadatan tebaran sesuai. 
Pemilihan Benih Kriteria benih kerapu yang baik, adalah : 
  1. ukurannya seragam, 
  2. bebas penyakit,
  3. gerakan berenang tenang serta tidak membuat gerakan yang tidakberaturan atau gelisah tetapi akan bergerak aktif bila ditangkap, 
  4. respon terhadap pakan baik, warna sisik cerah, mata terang, sisik dan sirip lengkap serta tidak cacat tubuh. 
Penebaran Benih 
Proses penebaran benih sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup benih. Sebelum ditebarkan, perlu diadaptasikan terlebih dahulu panda kondisi lingkungan budidaya. 
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam adaptasi ini, adalah : 
  1. Waktu penebaran (sebaikanya pagi atau sore hari, atau saat cuaca teduh) 
  2. Sifat kanibalisme yang cenderung meningkat panda kepadatan yang tinggi
  3. aklimatisasi, terutama suhu dan salinitas. 
Pendederan Benih ikan kerapu ukuran panjang 4 ? 5 cm dari hasil tangkapan maupun dari hasil pembenihan, didederkan terlebih dahulu dalam jaring nylon berukuran 1,5x3x3 m dengan kepadatan 500 ekor. 
Sebulan kemudian, dilakuan grading (pemilahan ukuran) dan pergantian jaring. Ukuran jaringnya tetap, hanya kepadatannya 250 ekor per jaring sampai mencapai ukuran glondongan (20 ? 25 cm atau 100 gram). Setelah itu dipindahkan ke jaring besar ukuran 3x3x3 m dengan kepadatan optimum 500 ekor untuk kemudian dipindahkan ke dalam keramba pembesaran sampai mencapai ukuran konsumsi (500 gram). 
Pakan dan Pemberiannya 
Biaya pakan merupakan biaya operasional terbesar dalam budidaya ikan kerapu dalam KJA. Oleh karena itu, pemilihan jenis pakan harus benar-benar tepat dengan mempertimbangkan kualitas nutrisi, selera ikan dan harganya. Pemberian pakan diusahakan untuk ditebar seluas mungkin, sehingga setiap ikan memperoleh kesempatan yang sama untuk mendapatkan pakan. 
Pada tahap pendederan, pakan diberikan secara ad libitum (sampai kenyang). Sedangkan untuk pembesaran adalah 8-10% dari total berat badan per hari. Pemberian pakan sebaiknya pada pagi dan sore hari. 
Pakan alami dari ikan kerapu adalah ikan rucah (potongan ikan) dari jenis ikan tanjan, tembang, dan lemuru. Benih kerapu yang baru ditebar dapat diberi pakan pelet komersial. Untuk jumlah 1000 ekor ikan dapat diberikan 100 gram pelet per hari. Setelah 3-4 hari, pelet dapat dicampur dengan ikan rucah. 
Produk NASA yang dapat digunakan adalah Viterna dan POC NASA, kedua produk ini dicampur terlebih dahulu menjadi satu. 
Dosis : 1 tutup botol campuran dari 2 produk NASA tersebut dicampurkan pada 1 liter air, kemudian disemprotkan atau direndam pada 5 kg pelet atau pakan ikan kerapu lainnya. Selanjutnya dikeringanginkan secukupnya sekitar 15 menit, kemudian baru pakan atau pelet ditebar di kolam. Pemberian 1 - 2 kali per hari pemberian pada pagi atau sore hari. 
Hama dan Penyakit 
Jenis hama yang potensial mengganggu usaha budidaya ikan kerapu dalam KJA adalah ikan buntal, burung, dan penyu. 
Sedang, jenis penyakit infeksi yang sering menyerang ikan kerapu adalah : 
  1. Penyakit akibat serangan parasit, seperti : parasit crustacea dan flatworm 
  2. Penyakit akibat protozoa, seperti : cryptocariniasis dan broollynelliasis
  3. Penyakit akibat jamur (fungi), seperti : saprolegniasis dan ichthyosporidosis
  4. Penyakit akibat serangan bakteri 
  5. Ppenyakit akibat serangan virus, yaitu VNN (Viral Neorotic Nerveus). 
Panen dan Penanganan Pasca Panen 
Beberapa hal yang perlu diperhatikan udanntuk menjaga kualitas ikan kerapu yang dibudidayakan dengan KJA, antara lain : penentuan waktu panen, peralatan panen, teknik panen, serta penanganan pasca panen. Watu panen, biasanya ditentukan oleh ukuran permintaan pasar. Ukuran super biasanya berukuran 500 ? 1000 gram dan merupakan ukuran yang mempunyai nilai jual tinggi. Panen sebaiknya dilakukan pada padi atau sore hari sehingga dapat mengurangi stress ikan pada saat panen. Peralatan yang digunakan pada saat panen, berupa : scoop, kerancang, timbangan, alat tulis, perahu, bak pengangkut dan peralatan aerasi. Teknik pemanenan yang dilakukan pada usaha budidaya ikan kerapu dalam KJA dengan metoda panen selektif dan panen total. Panen selektif adalah pemanenan terhadap ikan yang sudah mencapai ukuran tertentu sesuai keinginan pasar terutama pada saat harga tinggi. Sedang panen total adalah pemanenan secara keseluruhan yang biasanya dilakukan bila permintaan pasar sangat besar atau ukuran ikan seluruhnya sudah memenuhi kriteria jual. Penanganan pasca panen yang utama adalah masalah pengangkutan sampai di tempat tujuan. 
Hal ini dimaksudkan untuk menjaga agar kesegaran ikan tetap dalam kondisi baik. Ini dilakukan dengan dua cara yaitu pengangkutan terbuka dan pengangkutan tertutup. Pengangkutan terbuka digunakan untuk jarak angkut dekat atau dengan jalan darat yang waktu angkutnya maksimal hanya 7 jam. Wadah angkutnya berupa drum plastik atau fiberglass yang sudah diisi air laut sebanyak ? sampai 2/3 bagian wadah sesuai jumlah ikan. Suhu laut diusahakan tetap konstan selama perjalanan yaitu 19-210C. Selama pengangkutan air perlu diberi aerasi. 
Kepadatan ikan sekitar 50kg/wadah. Cara pengangkutan yang umum digunakan adalah dengan pengangkutan tertutup Dan umumnya untuk pengangkutan dengan pesawat udara. Untuk itu, 1 kemasan untuk 1 ekor ikan dengan berat rata-rata 500 gam. Konstruksi Keramba Jaring Apung a. Pembuatan Rakit Keramba 1. Rakit Rakit dapat dibuat dari bahan kayu, bambu atau besi yang dilapisi anti karat. Ukuran bingkai rakit biasanya 6 x 6 m atau 8 x 8 m. 2. Pelampung Untuk mengapungkan satu unit rakit, diperlukan pelampung yang berasal dari bahan drum bekas atau drum plastik bervolume 200 liter, styreofoam da drum fiber glass. Kebutuhan pelampung untuk satu unit rakit ukuran 6x6 m yang dibagi 4 bagian diperlukan 8-9 buah pelampung dan 12 buah pelampung untuk rakit berukuran 8x8 m. 3. Pengikat Bahan pengikat rakit bambu dapat digunakan kawat berdiameter 4-5 mm atau tali plastik polyetheline. Rakit yang terbuat dari kayu dan besi, pengikatannya menggunakan baut. 
Untuk mengikat pelampung ke bingkai rakit digunakan tali PE berdiameter 4-6 mm. 4. Jangkar Untuk menahan rakit agar tidak terbawa arus air, digunakan jangkar yang terbuat dari besi atau semen blok. 
Berat dan bentuk jangkar disesuaikan dengan kondisi perairan setempat. Kebutuhan jangkar per unit keramba minimal 4 buah dengan berat 25 - 50 kg yang peletakannya dibuat sedemikian rupa sehingga rakit tetap pada posisinya. 
Tali jangkar yang digunakan adalah tali plastik/PE berdiameter 0,5 ? 1,0 inchi dengan panjang minimal 2 kali kedalaman perairan. b. Pembuatan Jaring 1. Jaring Kantong jaring yang dipergunakan dalam usaha budidaya ikan kerapu, sebaiknya terdiri dari dua bagian, yaitu : (a) Kantong jaring luar yang berfungsi sebagai pelindung ikan dari seranganikan-ikan buas dan hewan air lainnya. Ukuran kantong dan lebar mata jaring untuk kantong jaring luar lenih besar dari kantong jaring dalam (b) Kantong jaring dalam, yang dipergunakan sebagai tempat memelihara ikan. Ukurannya bervariasi dengan pertimbangan banyaknya ikan yang dipelihara dan kemudahan dalam penanganan dan perawatannya. 2. Pemberat Pemberat berfungsi untuk menahan arus dan menjaga jaring agar tetap simetris. Pemberat yang terbuat dari batu, timah atau beton dengan berat 2 ? 5 kg per buah, dipasang pada tiap-tiap sudut keramba/ jaring.  

ANALISIS PASAR 
Potensi dan peluang pasar hasil laut dan ikan cukup baik. Pada tahun 1994, impor dunia hasil perikanan sekitar 52,492 juta ton. Indonesia termasuk peringkat ke-9 untuk ekspor ikan dunia. Permintaan ikan panda tahun 2010diperkirakan akan mencapai 105 juta ton. Di samping itu, peluang dan potensi pasar dalam negeri juga masih baik. 
Total konsumsi ikan dalam negeri tahun 2001 sekitar 46 juta ton dengan konsumsi rata-rata 21.71 kg/kepala/tahun. Dengan elastisitas harga 1.06 berarti permintaan akan ikan tidak akan banyak berubah dengan adanya perubahan harga ikan. Negara yang menjadi tujuan ekspor ikan kerapu adalah Hongkong, Taiwan, Cina, dan Jepang. 
Harga ikan kerapu di tingkat pembudidaya untuk tujuan ekspor telah mencapai US$33 per kilogramnya. Ikan kerapu yang berukuran kecil (4-5 cm) sebagai ikan hias laku dijual dengan harga Rp.7.000/ekor sedang untuk ikan konsumsi dengan ukuran 400-600 gram/ekor laku dijual dengan harga Rp.70.000/kg untuk kerapu macan dan Rp.300.000/kg untuk kerapu bebek atau kerapu tikus (harga tahun 2001). 
Dalam analisis ini, tingkat harga jual digunakan harga pasaran saat ini yaitu sebesar Rp.317,000,- per kilogram untuk jenis ikan kerapu tikus. Dengan tingginya permintaan dan harga jual ikan kerapu, maka usaha budidaya ikan kerapu ini diharapkan dapat digunakan untuk meningkatkandevisa negara melalui hasil ekspor. 
Perkiraan Modal/Biaya Investasi dan Biaya Produksi Untuk mendirikan usaha/proyek pengembangan usaha budidaya ikan kerapu dengan sistem keramba jaring ikat, dibutuhkan sejumlah dana untuk membiayai investasi dan modal kerja. 
Komponen biaya investasi ini, meliputi : 
a. Pembuatan rakit berukuran 8 x 8 m 
b. Pembuatan waring berukuran 1 x 1 x 1,5 m 
c. Pembuatan jaring ukuran 3 x 3 x 3 m 
d. Pembuatan rumah jaga 
e. Pengadaan sarana kerja 
Sedang untuk modal kerja meliputi : biaya pengadaan benih, pakan, bahan bakar, upah/gaji, dan lain-lain. 

Referensi : LEMBAGA PENELITIAN UNDANA KERJASAMA DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN KABUPATEN KUPANG DENGAN LEMBAGA PENELITIAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG

Viterna dan Hormonik Dapat Menekan Kematian Ayam

Awal mula beternak ayam sejak tahun 1991 sampai dengan sekarang. Saat ini saya melakukan ujicoba pada ayam pedaging sejumlah 500 ekor dari 2000 ekor yang saya pelihara dengan menggunakan Viterna dan Hormonik. Produk itu saya berikan pada saat ayam berumur 12 hari dengan dosis 1 botol Viterna dicampur 10 cc Hormonik lalu larutan itu diambil 1 cc/ liter air yang diberikan pada ayam siang dan sore hari.

Pada umur 31 hari, dikarenakan mendekati hari raya di Bali, maka saya memanennya, saat itu berat timbangan ayam rata-rata 1,75 kg. Secara perhitungan memang hasilnya agak lumayan bagus, daripada dulu sebelum menggunakan produk Viterna dan Hormonik. Setelah panen, saya mulai mencoba lagi dari awal (mulai DOC) dengan menggunakan produk dari NASA tersebut. Ayam berjumlah 2100 ekor. Perkembangannya bagus, ayamnya sehat-sehat dan tingkat serangan penyakit serta kematian dapat ditekan. Dulu seumur ayam ini tingkat kematian mencapai sekitar 60 - 70 ekor, sekarang hanya berkisar 20 ekor saja. Setelah mengunakan produk NASA, kematian ayam dapat ditekan.

Dewo
Desa Wonosari Kec. Tabanan Kab. Tabanan - Bali
Bakal Bunga dan Buah Kakao Makin Banyak

Bakal Bunga dan Buah Kakao Makin Banyak

 Selama bertahun-tahun Danies menanam kakao. Selama itu pula ia selalu menggunakan pupuk kimia untuk memupuk tanaman. Hasilnya, pertumbuhan tanaman kakao biasa biasa saja. “Baru pertama kali ini saya mencoba menggunakan SUPERNASA pada tanaman kakao. Dulu saya masih menggunakan pupuk kimia seperti Urea, TSP dan Kcl saja, yang hasil pertumbuhannya amat jauh berbeda dengan tanaman kakao yang sekarang saya beri SUPERNASA. Bunga-bunga kakao kini mulai nampak tumbuh banyak”, Ungkapnya mengawali pembicaraan.

Mengenai cara penggunaan SUPERNASA dirinya menjelaskan, “Saya lakukan dengan cara 1 sendok SUPERNASA dilarutkan dalam air pada ember 10 liter, lalu diaduk merata kemudian disiramkan ke batang kakao secukupnya”. Setelah menggunakan SUPERNASA, ia rasakan banyak keuntungan diantaranya hasil perkembangan tanaman makin cepat dan memuaskan yang ditandai dengan bunga tanaman kakao kini lebih banyak, hal ini amat berbeda dengan tanaman kakao dulu, dimana tanamannya susah sekali berbunga dan nampak tidak sehat. Dengan melihat perkembangan tanaman kakaonya, ia mengatakan banyak para petani yang sering lewat ke tanaman kakao dirinya selalu menanyakan kepadanya, “menggunakan pupuk apa sich, kok pertumbuhan tanamannya amat bagus”, begitulah mereka sering menanyakan kepada Bapak Danies, maka secara spontan ia menjawab,”Saya menggunakan SUPERNASA”.

Mengenai jumlah tanaman yang ditanamnya, dirinya menandaskan bahwa yang ada di lahan terdapat 100 pohon kakao. “Setelah saya mengunakan produk dari PT. NASA ini, banyak sekali muncul bunga, dan bunganya jarang rontok,” Ucapnya dengan senang. “Pesan saya kepada masyarakat khususnya yang menanam kakao, gunakan saja SUPERNASA karena setelah saya menggunakan SUPERNASA tanaman kakao pertumbuhannya amat bagus”, Kata bapak Danies mengakhiri perbincangannya dengan Team Liputan NASA.

Danies
Desa Kambiyolangi, Kec. 'Alla
Kab. Enrekang - Sulawesi Selatan
Kakao Berbuah Terus Tak Kenal Musim Sepanjang Tahun

Kakao Berbuah Terus Tak Kenal Musim Sepanjang Tahun

Kenal pertama kali produk pertanian NASA dari tetangga saya. Luas lahan tanaman kakao milik saya 0,25 Ha lebih. Umur tanaman kakao 7 tahun. Produk yang saya gunakan adalah Power Nutrition, SUPERNASA, HORMONIK, PESTONA dan AERO 810.  Cara penggunaan produk yakni : 2 botol SuperNASA + 1 botol Power Nutrition dicampurkan kedalam 400 liter air. Ambil 1 liter larutan tersebut untuk setiap 1 pohon, dan semuanya bias digunakan untuk 400 pohon.

Untuk pengendalian hama yang saya gunakan adalah 30 cc PESTONA + 10 cc HORMONIK + 30 cc AERO 810 dilarutkan dalam 15 liter air (1 tangki). Dengan perlakuan tersebut hama-hama yang biasa menyerang tanaman kakao bisa ditekan dan dikendalikan.

Sebenarnya produk-produk NASA dan pupuk makro kimia (NPK) sudah saya gunakan sejak 2 tahun lalu, namun setelah menginjak 1 tahun, saya sudah tidak lagi menggunakan pupuk makro kimia (Urea, TSP, Kcl atau NPK). Namun begitu aturan pakai standar perusahaan dari perusahaan menyarankan semestinya masih harus menggunakan pupuk makro walau harus dikurangi.

Banyak manfaat setelah saya menggunakan produk pertanian NASA sebagai contoh saja interval panen kakao sebelum menggunakan produk NASA setahun hanya 5 kali panen sudah habis. Setelah menggunakan produk NASA hampir tiap minggu sepanjang tahun panen terus menerus tanpa henti. (Bahkan setiap 3 hari sekali panen 25 Kg keriang siap jual).

Selain itu kelebihan/keuntungan produk NASA diantaranya : 1) Buah kakao tidak pernah berhenti berbuah seperti tidak kenal musim, sepanjang tahun terus menerus. 2) Helopeltis (hama penyakit tanaman kakao) bisa ditekan/dikendalikan dengan menggunakan PESTONA hingga mencapai 60% (Serangan hama penyakit berbahaya sudah tidak dapat dikendalikan lagi dengan pestisida kimia, selain itu juga tanaman menjadi tidak sehat). 3) Untuk serangan penggerek batang kakao juga bisa dikendalikan dengan menggunakan PESTONA + HORMONIK + AERO 810. 4) Setelah menggunakan Poer
Nutrition dan SUPERNASA, panen kakao dapat terus menerus tidak mengenal musim. Kesimpulan akhir saya, bahwa saya merasa bangga setelah menggunakan produk-produk NASA karena tanaman kakao yang terkena hama dan penyakit sehat kembali dan hasil lebih melimpah. Terima Kasih NASA ...!!!!

Asep (Petani Kakao)
Kampung Kertasari, Desa Sinar Baru
Kec. Sukoharjo, Kab. Tanggamus, Lampung
Kelapa Sawit Pake NASA : Untung Berlipat!

Kelapa Sawit Pake NASA : Untung Berlipat!


Betapa beberapa bulan terakhir ini, hati Pak Susanto bagai mendapat durian runtuh melihat hasil panen kelapa sawitnya meningkat hampir 2 kali lipat dari tahun sebelumnya. Panen kali ini mencapai 7,8 ton, untuk 544 tanaman pada umur 6-8 tahun di lahan seluas 4 hektar. Biasanya, Pak Susanto harus pasrah dengen hanya memanen maksimal 4 ton. 3,8 ton lebih banyak dari biasanya! .

.Saya sudah coba pakai dengan bermacam-macam pupuk,tapi hasilnya tetap tidak berubah.Setelah saya pakai Produk dari NASA ternyata hasilnya sangat memuaskan.Tidak ada yang sebagus produk NASA.”Demikian Pak Susanto membeberkan rahasianya.

Pak Susanto menggunakan produk NASA untuk tanaman kelapa sawitnya. Produk yang dipakai adalah POWER NUTRITION, POP SUPERNASA, POC NASA dan HORMONIK. Per 1 hektar lahan, Pak Susanto menghabiskan 10 POWER NUTRITION, 5 POP SUPERNASA,10 POC NASA dan 10 HORMONIK diberikan 3 -4 bulan sekali.Produk NASA ditabur dan disiramkan ( jika ketersediaan air mencukupi ).

Secara ekonomis,penambahan keuntungan Pak Susanto sebesar 45,6 Ton X Rp 1.150 ( harga kelapa sawit saat itu –red- /pengepul ) = Rp 52.440.000.Sementara untuk Produk NASA hanya menghabiskan biaya Rp 8.780.000.
Total tambahan keuntungan Pak Susanto adalah :
Rp 52.440.000 – Rp 8.780.000 = Rp 43.660.000.

Data di lapangan pak Susanto melihat ,ada beberapa perubahan drastis setelah menggunakan Produk NASA, peningkatan bera per janjang, biasanya 20-23 kg menjadi 31-34 kg, Kualitas dagiung buah lebih tebal, buah madu tidak pernah berhenti dan muncul terus menerus, lebih mengkilat, rendemen meningkat,bahkan di musim track pun, Pak Susanto tetap dapat panen lumayan. Biasanya hanya 12 -14 kuintal per 4 hektar, ternyata setelah pakai Produk NASA masih bisa panen 2,4 – 2,8 ton. Luar Biasa

Selain itu,daun jauh lebih hijau dan segar,pelepah lebih lunak,sehingga pekerjaan memanen jadi lebih cepat,dan yang membuat kagum adalah tanah berangsur-angsur menjadi lebih gembur dan banyak cacing tanahnya,satu hal yang jarang ditemui di kebun kelapa sawit. NASA memang Oke!

Susantopekebun kelapa sawit di Parenggean, Kab Kotawaringin Timur, Sampit, Kalteng

Budidaya Tanaman Anggrek


A. ASPEK LINGKUNGAN

Secara alami anggrek (Famili Orchidaceae) hidup epifit pada pohon dan ranting-ranting tanaman lain, namun dalam pertumbuhannya anggrek dapat ditumbuhkan dalam pot yang diisi media tertentu. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman, seperti faktor lingkungan, antara lain sinar matahari, kelembaban dan temperatur serta pemeliharaan seperti : pemupukan, penyiraman serta pengendalian OPT.

Pada umumnya anggrek-anggrek yang dibudidayakan memerlukan temperatur 28 + 2° C dengan temperatur minimum 15° C. Anggrek tanah pada umumnya lebih tahan panas dari pada anggrek pot. Tetapi temperatur yang tinggi dapat menyebabkan dehidrasi yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman.

Kelembaban nisbi (RH) yang diperlukan untuk anggrek berkisar antara 60–85%. Fungsi kelembaban yang tinggi bagi tanaman antara lain untuk menghindari penguapan yang terlalu tinggi. Pada malam hari kelembaban dijaga agar tidak terlalu tinggi, karena dapat mengakibatkan busuk akar pada tunas-tunas muda. Oleh karena itu diusahakan agar media dalam pot jangan terlampau basah. Sedangkan kelembaban yang sangat rendah pada siang hari dapat diatasi dengan cara pemberian semprotan kabut (mist) di sekitar tempat pertanaman dengan bantuan sprayer.

Berdasarakan pola pertumbuhannya, tanaman anggrek dibedakan menjadi dua tipe yaitu, simpodial dan monopodial. Anggrek tipe simpodial adalah anggrek yang tidak memiliki batang utama, bunga ke luar dari ujung batang dan berbunga kembali dari anak tanaman yang tumbuh. Kecuali pada anggrek jenis Dendrobium sp. yang dapat mengeluarkan tangkai bunga baru di sisi-sisi batangnya. Contoh dari anggrek tipe simpodial antara lain : Dendrobium sp., Cattleya sp., Oncidium sp. dan Cymbidium sp. Anggrek tipe simpodial pada umumnya bersifat epifit.

Anggrek tipe monopodial adalah anggrek yang dicirikan oleh titik tumbuh yang terdapat di ujung batang, pertumbuhannnya lurus ke atas pada satu batang. Bunga ke luar dari sisi batang di antara dua ketiak daun. Contoh anggrek tipe monopodial antara lain : Vanda sp., Arachnis sp., Renanthera sp., Phalaenopsis sp., dan Aranthera sp.

Habitat tanaman anggrek dibedakan menjadi 4 kelompok sebagai berikut :
  1. Anggrek epifit, yaitu anggrek yang tumbuh menumpang pada pohon lain tanpa merugikan tanaman inangnya dan membutuhkan naungan dari cahaya matahari, misalnya Cattleya sp. memerlukan cahaya +40%, Dendrobium sp. 50–60%, Phalaenopsis sp. + 30 %, dan Oncidium sp. 60 – 75 %.
  2. Anggrek terestrial, yaitu anggrek yang tumbuh di tanah dan membutuhkan cahaya matahari langsung, misalnya Aranthera sp., Renanthera sp., Vanda sp. dan Arachnis sp. Tanaman anggrek terestrial membutuhkan cahaya matahari 70 – 100 %, dengan suhu siang berkisar antara 19 – 380C, dan malam hari 18–210C. Sedangkan untuk anggrek jenis Vanda sp. yang berdaun lebar memerlukan sedikit naungan.
  3. Anggrek litofit, yaitu anggrek yang tumbuh pada batu-batuan, dan tahan terhadap cahaya matahari penuh, misalnya Dendrobium phalaenopsis.
  4. Anggrek saprofit, yaitu anggrek yang tumbuh pada media yang mengandung humus atau daun-daun kering, serta membutuhkan sedikit cahaya matahari, misalnya Goodyera sp.
B. PERSILANGAN

Persilangan ditujukan untuk mendapatkan varietas baru dengan warna dan bentuk yang menarik, mahkota bunga kompak dan bertekstur tebal sehingga dapat tahan lama sebagai bunga potong, jumlah kuntum banyak dan tidak ada kuntum bunga yang gugur dini akibat kelainan genetis serta produksi bunga tinggi. Oleh karena itu untuk mendapatkan hasil yang diharapkan, sebaiknya dan seharusnya pedoman persilangan perlu dikuasai, antara lain :

  1. Persilangan sebaiknya dilakukan pada pagi hari setelah penyiraman. Kuntum bunga dipilih yang masih segar atau setelah membuka penuh.
  2. Sebagai induk betina dipilih yang mempunyai bunga yang kuat, tidak cepat layu atau gugur.
  3. Mengetahui sifat-sifat kedua induk tanaman yang akan disilangkan, agar memberikan hasil yang diharapkan, misalnya sifat dominasi yang akan terlihat atau muncul pada turunannya seperti : warna, bentuk, dan lain-lain.
  4. Bunga tidak terserang OPT terutama pada polen dan stigma.
  5. Setiap mendapatkan varietas baru yang baik, sebaiknya didaftarkan pada “Royal Horticultural Society” di London, dengan mengisi formulir pendaftaran anggrek hibrida dengan beberapa persyaratan lainnya.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam melakukan penyerbukan (polinasi) adalah sebagai berikut :
  1. Sediakan sehelai kertas putih dan sebatang lidi kecil atau tusuk gigi atau sejenisnya yang bersih.
  2. Cap polinia yang terdapat pada ujung column dibuka, dimana akan terlihat di dalamnya polinia yang berwarna kuning.
  3. Ujung lidi/tusuk gigi dibasahi dengan cairan yang ada di dalam lubang putih atau dengan sedikit air.
  4. Polinia diambil dengan hati-hati. Pegang kertas putih sebagai wadah di bawah bunga untuk menghindari bila polinia jatuh pada waktu diambil.
  5. Polinia kemudian dimasukkan ke dalam stigma (kepala putik).
  6. Beri label yang diikatkan pada tangkai kuntum (pedicel) bunga yang berisi catatan tentang tanggal penyerbukan dan nama bunga yang diambil polinianya.
Beberapa hari kemudian bunga yang telah diserbuki akan layu. Apabila penyerbukan berhasil, dan bila tidak ada OPT, maka bakal buah tersebut akan terus berkembang menjadi buah. Buah anggrek ada yang masak setelah tiga bulan sampai enam bulan atau lebih. Buah yang masak akan merekah dengan dicirikan adanya perubahan warna buah dari hijau menjadi hijau kekuning-kuningan.

Dalam memilih biji anggrek yang akan disemaikan dalam botol perlu diperhatikan sebagai berikut :
    * Biji yang berwarna keputih-putihan dan kosong adalah biji yang kurang baik.
    * Biji yang baik yaitu yang bulat penuh berisi, berwarna kuning atau kecoklat-coklatan

C. PEMBIBITAN

Perbanyakan tanaman anggrek pada umumnya dilakukan melalui dua cara yaitu, konvensional dan dengan metoda kultur in vitro. Perbanyakan tanaman yang dilakukan secara konvensional adalah sebagai berikut :
  1. Perbanyakan vegetatif malalui pemecahan/pemisahan rumpun seperti Dendrobium sp., Oncidium sp., Cattleya sp., dan Cymbidium sp.; pemotongan anak tanaman yang ke luar dari batang seperti Dendrobium sp.; pemotongan anak tanaman yang ke luar dari akar dan tangkai bunga seperti Phalaenopsis sp., yang selanjutnya ditanam ke media yang sama seperti pakis, mos serabut kelapa, arang, serutan kayu, disertai campuran pecahan genting atau batu bata. Perbanyakan secara vegetatif ini akan menghasilkan anak tanaman yang mempunyai sifat genetik sama dengan induknya. Namun perbanyakan konvensional secara vegetatif ini tidak praktis dan tidak menguntungkan untuk tanaman bunga potong, karena jumlah anakan yang diperoleh dengan cara-cara ini sangat terbatas.
  2. Perbanyakan generatif yaitu dengan biji. Biji anggrek sangat kecil dan tidak mempunyai endosperm (cadangan makanan), sehingga perkecambahan di alam sangat sulit tanpa bantuan jamur yang bersimbiosis dengan biji tersebut.
Untuk menghasilkan bunga dalam jumlah banyak dan seragam diperlukan tanaman dalam jumlah banyak pula. Oleh karena itu peningkatan produksi bunga pada tanaman anggrek hanya dapat dicapai dengan usaha perbanyakan tanaman yang efisien. Pada saat ini metode kultur in vitro merupakan salah satu cara yang mulai banyak digunakan dalam perbanyakan klon atau vegetatif tanaman anggrek. Kultur in vitro pertama kali dicoba oleh Haberlandt pada tahun 1902, karena adanya sifat tanaman yang disebut totipotensi yang dicetuskan oleh kedua orang sarjana Jerman Schwann dan Schleiden pada tahun 1830.
Metode kultur in vitro yaitu menumbuhkan jaringan-jaringan vegetatif (seperti : akar, daun, batang, mata tunas) dan jaringan-jaringan generatif (seperti : ovule, embrio dan biji) pada media buatan berupa cairan atau padat secara aseptik (bebas mikroorganisme).
Secara generatif, benih tanaman diperoleh melalui biji hasil persilangan yang secara genetis biji-biji tersebut bersifat heterozigot. Sehingga benih-benih yang dihasilkan mempunyai sifat tidak mantap dan beragam. Dengan cara ini untuk mendapatkan tanaman yang sama dengan induknya sangatlah sulit, karena persilangan anggrek telah berkembang demikian luasnya. Namun dengan cara ini akan diperoleh varietas baru.
Secara vegetatif yaitu menumbuhkan jaringan-jaringan vegetatif atau kultur jaringan seperti akar, daun, batang atau mata tunas pada media buatan berupa cairan atau padat secara aseptik. Dengan metode ini dapat diharapkan perbanyakan tanaman dapat dilakukan secara cepat dan berjumlah banyak, serta sama dengan induknya.

D. PENANAMAN DAN PEMELIHARAAN
   1. Persiapan Lahan
      Tanaman anggrek dapat ditanam di sekitar rumah atau pekarangan atau di kebun yaitu di bawah pohon atau dengan naungan yang diberi paranet atau sejenisnya dengan pengaturan intensitas cahaya tertentu atau di lahan terbuka. Oleh karena tanaman anggrek mempunyai potensi ekonomis yang tinggi, maka untuk jenis-jenis tertentu dapat ditanam di dalam rumah kaca (green house). Selain untuk melindungi tanaman dari gangguan alam, juga akan mengurangi intensitas serangan OPT.
   2. Persiapan Media Tumbuh
      Media tumbuh yang baik harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu tidak lekas melapuk, tidak menjadi sumber penyakit, mempunyai aerasi baik, mampu mengikat air dan zat-zat hara secara baik, mudah didapat dalam jumlah yang diinginkan dan relatif murah harganya. Sampai saat ini belum ada media yang memenuhi semua persyaratan untuk pertumbuhan tanaman anggrek.
      Untuk pertumbuhan tanaman anggrek, kemasaman media (pH) yang baik berkisar antara 5–6. Media tumbuh sangat penting untuk pertumbuhan dan produksi bunga optimal, sehingga perlu adanya suatu usaha mencari media tumbuh yang sesuai. Media tumbuh yang sering digunakan di Indonesia antara lain : moss, pakis, serutan kayu, potongan kayu, serabut kelapa, arang dan kulit pinus.
      Pecahan batu bata banyak dipakai sebagai media dasar pot anggrek, karena dapat menyerap air lebih banyak bila dibandingkan dengan pecahan genting. Media pecahan batu bata digunakan sebagai dasar pot, karena mempunyai kemampuan drainase dan aerasi yang baik.
      Moss yang mengandung 2–3% unsur N sudah lama digunakan untuk medium tumbuh anggrek. Media moss mempunyai daya mengikat air yang baik, serta mempunyai aerasi dan drainase yang baik pula.
      Pakis sesuai untuk media anggrek karena memiliki daya mengikat air, aerasi dan drainase yang baik, melapuk secara perlahan-lahan, serta mengandung unsur-unsur hara yang dibutuhkan anggrek untuk pertumbuhannya.
      Serabut kelapa mudah melapuk dan mudah busuk, sehingga dapat menjadi sumber penyakit, tetapi daya menyimpan airnya sangat baik dan mengandung unsur-unsur hara yang diperlukan serta mudah didapat dan murah harganya. Dalam menggunakan serabut kelapa sebagai media tumbuh, sebaiknya dipilih serabut kelapa yang sudah tua.
      Media tumbuh sabut kelapa, pakis, dan moss merupakan media tumbuh yang baik untuk pertumbuhan tanaman anggrek Phalaenopsis sp. Namun bila pakis dan moss yang tumbuh di hutan ini diambil secara terus-menerus untuk digunakan sebagai media tumbuh, dikhawatirkan keseimbangan ekosistem akan terganggu.
      Serutan kayu atau potongan kayu kurang sesuai untuk media anggrek karena memiliki aerasi dan drainase yang baik, tetapi daya menyimpan airnya kurang baik, serta miskin unsur N. Proses pelapukan berlangsung lambat, karena kayu banyak mengandung senyawa-senyawa yang sulit terdekomposisi seperti selulosa, lignin, dan hemiselulosa.

      Media serutan kayu jati merupakan media tumbuh yang baik untuk pertumbuhan anggrek Aranthera James Storie. Pecahan arang kayu tidak lekas lapuk, tidak mudah ditumbuhi cendawan dan bakteri, tetapi sukar mengikat air dan miskin zat hara. Namun arang cukup baik untuk media anggrek.
      Penggunaan media baru (repotting) dilakukan antara lain sebagai berikut :
          * Bila ditanam dalam pot (wadah) sudah terlalu padat atau banyak tunas.
          * Medium lama sudah hancur, sehingga menyebabkan medium bersifat asam, bisa menjadi sumber penyakit.
   3. Penyiraman
     Tanaman anggrek yang sedang aktif tumbuh, membutuhkan lebih banyak air dibandingkan dengan yang sudah berbunga. Frekuensi dan banyaknya air siraman yang diberikan pada tanaman anggrek bergantung pada jenis dan besar kecil ukuran tanaman, serta keadaan lingkungan pertanaman. Sebagai contoh adalah tanaman anggrek Vanda sp., Arachnis sp., dan Renanthera sp., yaitu anggrek tipe monopodial yang tumbuh di bawah cahaya matahari langsung, sehingga membutuhkan penyiraman lebih dari dua kali sehari, terutama pada musim kemarau.
   4. Pemupukan
      Seperti tumbuhan lainnya, anggrek selalu membutuhkan makanan untuk mempertahankan hidupnya. Kebutuhan tanaman anggrek akan nutrisi sama dengan tumbuhan lainnya, hanya anggrek membutuhkan waktu yang cukup lama untuk memperlihatkan gejala-gejala defisiensi, mengikat pertumbuhan anggrek sangat lambat.
      Dalam usaha budidaya tanaman anggrek, habitatnya tidak cukup mampu menyediakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh tanaman untuk pertumbuhan. Untuk mengatasi hal tersebut, biasanya tanaman diberi pupuk baik organik maupun anorganik. Pupuk yang digunakan umumnya pupuk majemuk yaitu yang mengandung unsur makro dan mikro.
      Kualitas dan kuantitas pupuk dapat mengatur keseimbangan pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman. Pada fase pertumbuhan vegetatif bagi tanaman yang masih kecil perbandingan pemberian pupuk NPK adalah 30:10:10, pada fase pertumbuhan vegetatif bagi tanaman yang berukuran sedang perbandingan pemberian pupuk NPK adalah 10:10:10. Sedangkan pada fase pertumbuhan generatif yaitu untuk merangsang pembungaan, perbandingan pemberian pupuk NPK adalah 10:30:30.
      Jika dilakukan pemupukan ke dalam pot maka hanya pupuk yang larut dalam air dan kontak langsung dengan ujung akar yang akan diambil oleh tanaman anggrek dan sisanya akan tetap berada dalam pot. Pemupukan pada sore hari menunjukkan respon pertumbuhan yang baik pada anggrek Dendrobium sp. 
Anda juga bisa menggunakan pupuk Produk Natural Nusantara yaitu :  
Gunanya untuk membantu nengurangi kerontokan bunga dan membantu menaikkan kualitas bungan. Pupuk ini juga berguna untuk mengurangi kebutuhan pupuk makro(N,P,K) hingga 75-90%.

E. PENGAMATAN DAN PENGENDALIAN OPT

   1. Hama
         1. Tungau Merah Tennuipalvus orchidarum Parf.
            Ordo : Acarina
            Famili : Tetranychidae
            1) Tanaman Inang :
            Jenis-jenis yang dapat diserang hama ini adalah Phalaenopsis sp., Dendrobium sp., Orchidium sp., Vanda sp. dan Granatophyllium sp., kapas, kacang-kacangan, jeruk, dan gulma terutama golongan dikotil.
            2) Gejala Serangan :
            Tungau sangat cepat berkembang biak dan dalam waktu singkat dapat menyebabkan kerusakan secara mendadak. Bagian tanaman yang diserang antara lain tangkai daun dan bunga. Tangkai yang diserang akan berwarna seperti perunggu. Pada permukaan atas daun terdapat titik/bercak berwarna kuning atau coklat, kemudian meluas dan seluruh daun menjadi kuning.
            Pada permukaan bawah berwarna putih perak dan bagian atas berwarna kuning semu. Pada tingkat serangan lanjut daun akan berbercak coklat dan berubah menjadi hitam kemudian gugur. Pada daun Phalaenopsis sp. mula-mula berwarna putih keperakan kemudian menjadi kuning. Hama ini dapat berjangkit baik pada musim hujan maupun musim kemarau, namun umumnya serangan meningkat pada musim kemarau, sedangkan pada musim hujan serangan berkurang karena terbawa air. Kerusakan dapat terjadi mulai dari pembibitan.
            3) Biologi :
            Tungau berwarna merah, berukuran sangat kecil yaitu 0,2 mm sehingga sukar untuk dilihat dengan mata telanjang. Tungau dapat dijumpai pada daun, pelepah daun dan bagian-bagian tersembunyi lainnya. Telur tungau berwarna merah, bulat dan diletakkan membujur pada permukaan atas daun.
         2. Kumbang Gajah Orchidophilus aterrimus (= Acythopeus) aterrimus Wat.
            Ordo : Coleoptera
            Famili : Curculionidae
            1) Tanaman Inang :
            Jenis anggrek yang diserang adalah anggrek epifit antara lain Arachnis sp., Cattleya sp., Coelogyne sp., Cypripedium sp., Dendrobium sp., Cymbidium sp., Paphiopedilum sp., Phalaenopsis sp., Renanthera sp., dan Vanda sp.
            2) Gejala Serangan :
            Kumbang bertelur pada daun atau lubang batang tanaman. Kerusakan terjadi karena larvanya menggerek daun dan memakan jaringan di bagian dalam batang sehingga mengakibatkan aliran air dan hara dari akar terputus serta daun-daun menjadi kuning dan layu. Kerusakan pada daun menyebabkan daun berlubang-lubang. Larva juga menggerek batang umbi, pucuk dan batang untuk membentuk kepompong, sedangkan kumbang dewasa memakan epdermis/permukaan daun muda, jaringan/tangkai bunga dan pucuk/kuntum sehingga dapat mengakibatkan kematian bagian tanaman yang dirusak. Serangan pada titik tumbuh dapat mematikan tanaman. Pada pembibitan Phalaenopsis sp. dapat terserang berat hama ini. Seangan kumbang gajah dapat terjadi sepanjang tahun, tetapi paling banyak terjadi pada musim hujan, terutama pada awal musim hujan tiba.
            3) Biologi :
            Kumbang berwarna hitam kotor/tidak mengkilap dengan ukuran bervariasi 3,5-7 mm termasuk moncong. Kumbang bertelur pada daun atau lubang pada batang tanaman. Larva menggerek ke jaringan batang atau masuk ke pucuk/kuncup dan tangkai sampai menjadi pupa.
            Fase larva (ulat), pupa (kepompong) sampai dewasa (kumbang) berlangsung dalam pseudobulb. Larva yang baru menetas menggerek pseudobulb, makan dan tinggal di dalam pseudobulb tersebut. Pupa terbungkus oleh sisa makanan dan terletak di rongga bekas gerekan di dalam pseudobulb.
         3. Kumbang Penggerek Omobaris calanthes Mshl.
            Ordo : Colepotera
            Famili : Curculionidae
            1) Tanaman Inang :
            Jenis anggrek yang diserang terutama adalah anggrek tanah terutama jenis Calanthe sp. dan Phajus sp.
            2) Gejala Serangan :
            Berbeda dengan kumbang gajah, larva kumbang ini menggerek masuk ke jaringan akar/umbi, pucuk dan tangkai bunga sehingga dinding gerekan menjadi hitam. Sedangkan kumbang dapat dijumpai di bagian tengah tanaman di antara daun bawah. Serangga membuat sejumlah lubang, seringkali berbaris di daun dan juga tunas utama yang masih terlipat yang kemudian dapat patah dan mati. Pada tahap awal seringkali merusak akar tanaman dan pada saat bunga masih kuncup. Serangan berat menyebabkan tanaman terlihat merana dan dapat mematikan tanaman anggrek secara keseluruhan.
            3) Biologi :
            Pertumbuhan larva dapat mencapai panjang 5 mm.
         4. Kumbang Penggerek Akar Diaxenes phalaenopsidis Fish.
            Ordo : Coleoptera
            Famili : Cerambycidae
            1) Tanaman Inang :
            Larva maupun kumbang ini dapat menyerang tanaman anggrek Renanthera sp., Vanda sp., Dendrobium sdp., Oncidium sp. dan lebih khusus anggrek Phalaenopsis sp.
            2) Gejala Serangan :
            Larva menggerek akar sehingga akar mengering dan dapat mengakibatkan kematian. Larva juga menyerang bunga. Kerusakan yang diakibatkan oleh hama ini akan sangat berat jika tidak segera dikendalikan.
            3) Biologi :
            Telur berwarna hijau terang dengan panjang 2,4 mm dan diletakkan di bawah kutikula akar. Larva berwarna kuning dan membentuk pupa dalam suatu kokon yang berserabut/berserat padat. Kumbang dapat hidup sampai 3 bulan dan daur hidup mencapai 50-60 hari. Pada siang hari kumbang ini bersembunyi dan pada malam hari memakan daun bagian atas dan meninggalkan potongan/bekas gerekan yang tidak beraturan di permukaan.
         5. Kumbang Penggerek Oulema (= Lema) pectoralis Baly.
            Ordo : Coleoptera
            Famili : Chrysomelidae
            1) Tanaman Inang :
            Arachnis sp., Grammatophyllum sp., Vanda sp., Phalaenopsis sp., Calanthes sp. dan kadang-kadang menyerang Dendrobium sp.
            2) Gejala Serangan :
            Larva membuat lubang pada daun, akar, kuntum bunga dan bunga. Serangga dewasa juga dapat memakan daun.
            3) Biologi :
            Kumbang berwarna hijau kekuningan. Tubuhnya diselubungi busa yang berwarna hijau tua. Larvanya membuat lubang pada daun, akar, kuntum bunga dan bunganya. Kumbang mempunyai tipe criocerin sepanjang punggung dan pronotum yang sempit. Serangga dari famili ini berasosiasi dengan rumput-rumputan dan monokotiledon lain. Larva yang semula berwarna abu-abu, dengan meningkatnya umur, akan berubah menjadi kuning. Tubuh larva senantiasa tertutup oleh kotorannya sendiri. Telur diletakkan terpisah-pisah pada bunga dan petiola. Telur berwarna kuning kehijauan dengan panjang 1,25 mm. Larva yang baru menetas membawa kulit telur di punggungnya. Daur hidup mencapai 30 hari.
         6. Kutu Perisai Parlatoria proteus Curt.
            Ordo : Hemiptera
            Famili : Diaspididae
            1) Tanaman Inang :
            Kutu ibi tersebar luas dan terutama dijumpai pada tanaman anggrek Dendrobium sp., Renanthera sp., Vanda sp. dan jenis-jenis anggrek tanah, dan palem.
            2) Gejala Serangan :
            Tanaman yang terserang berwarna kuning merana, kadang-kadang daun berguguran.
            3) Biologi :
            Kutu mempunyai perisai berwarna coklat merah berukuran + 1,5 mm, kutu dewasa berwarna gelap berbentuk bulat, pipih, melekat pada bagian tanaman terserang. Telurnya diletakkan di bawah perisai/tempurung, sehingga tidak terlihat dari atas. Larva tidak bertungkai, berbentuk bulat. Kutu dewasa betina tidak bersayap sedangkan yang jantan bersayap.
         7. Pengorok Daun Gonophora xanthomela ( = Agonita spathoglottis)
            Ordo : Coleoptera
            Famili : Chrysomelidae
            1) Tanaman Inang :
            Hama ini menyerang jenis-jenis anggrek Phalaenopsis amabilis, Vanda tricolor, V. coerulea, Arundina sp. dan Aspathoglottis sp.
            2) Gejala Serangan
            Larva mengorok bagian dalam daun dan meninggalkan bagian epidermis sehingga daun tampak transparan. Serangan berat terjadi pada musim hujan.
            3) Biologi :
            Kumbang berukuran 6 mm, terdapat tanda hitam dan oranye. Telur diletakkan pada permukaan bawah daun dan ditutupi kotoran.
         8. Ulat Bunga Chliaria othona
            Ordo : Lepidoptera
            Famili : Lycaenidae
            1) Tanaman Inang :
            Ulat ini menyerang jenis-jenis anggrek Dendrobium sp., Phalaenopsis sp., Arundina sp., Phajus sp.
            2) Gejala Serangan :
            Ulat memakan bunga atau pucuk anggrek. Setelah menetas dari telur segera masuk dan merusak ke dalam pucuk sampai ke bunga.
            3) Biologi :
            Ulat berbentuk pipih. Larva yang baru menetas dari telur masuk ke dalam pucuk sampai bunga. Stadia pupa terjadi di daun dan umbi-umbian dalam lapisan anyaman dan pupa berbalut lapisan sutera.
         9. Pemakan Daun Negeta chlorocrota Hps.
            Ordo : Lepidoptera
            Famili : Noctuidae
            1) Tanaman Inang :
            Kerusakan paling banyak pada Dendrobium sp., dan Arachnis sp.. dan serangga juga dijumpai pada Phalaenopsis sp. dan aneka anggrek liar.
            2) Gejala Serangan :
            Larva memakan daun muda dan meninggalkan potongan-potongan daun yang putih dan transparan. Kerusakan disebabkan oleh instar selanjutnya pada daun yang lebih tua. Pucuk-pucuk muda juga diserang. Pada populasi tinggi larva menggerogoti daun, potongan oval dari daun yang tertinggal di atas dan digunakan untuk membentuk tempat pupa.
            3) Biologi :
            Ulat merupakan semi penggulung daun anggrek. Ulat instar lanjut berwarna hijau pudar dengan garis gelap membujur dan empat tanda di punggung. Seta (bulu) panjang tumbuh dari kecil dan hitam. Panang larva + 35 mm. Ngengat muda tidak terbang sangat jauh. Telur berduri dan dijumpai di daun, pucuk dan bunga. Di Bogor siklus hidup mencapai 38 hari.
        10. Kutu Putih Pseudococcus sp.
            Ordo : Hemiptera
            Famili : Pseudococcidae
            1) Tanaman Inang :
            Hama ini tersebar luas dan merupakan hama penting pada tanaman buah-buahan dan tanaman hias.
            2) Gejala Serangan :
            Pada Dendrobium sp., kutu menyerang ujung akar, bagian daun sebelah bawah dan batang. Bagian tanaman terserang akan berwarna kuning dan akhirnya mati karena hama ini mengisap cairan sel.
            Pada Phalaenopsis sp., kutu menyerang ketiak daun di sekitar titik tumbuhnya, sehingga menyebabkan tanaman mati.
            3) Biologi :
            Seluruh tubuh tertutup oleh lilin termasuk tonjolan pendek yang terdapat pada tubuhnya. Kutu berwarna coklat kemerahan, panjang 2 mm, dan memproduksi embun madu sehingga menarik bagi semut untuk berkumpul. Kutu memperbanyak diri melalui atau tanpa perkawinan (partenogenesis). Perkembangan satu generasi memerlukan waktu selama 36 hari.
        11. Siput Setengah Telanjang (Slug) Parmarion pupillaris
            Phyllum : Mollusca
            1) Tanaman Inang :
            Bersifat polifag, selain menyerang anggrek juga pada kol, sawi, tomat, kentang, tembakau, karet dan ubi jalar.
            2) Gejala Serangan :
            Siput memakan daun dan membuat lubang-lubang tidak beraturan. Seringkali ditandai dengan adanya bekas lendir sedikit mengkilat dan kotoran. Akar dan tunas anakan juga diserang. Seringkali merusak pesemaian atau tanaman yang baru saja tumbuh. Siput juga makan bahan organik yang telah membusuk atauun tanaman yang masih hidup.
            3) Biologi :
            Siput tidak memiliki cangkok, berukuran panjang 5 cm, berwarna coklat kekuningan atau coklat keabuan. Rumah pada punggungnya kerdil dan sedikit menonjol. Siput tidak beruas, badannya lunak, bisa mengeluarkan lendir, berkembang biak secara hermaprodit namun sering juga terliha mereka mengadakan perkawinan dengan sesama. Siput menyukai kelembaban. Telur diletakkan pada tempat-tempat yang lembab. Siput biasanya pada waktu siang hari bersembunyi di tempat yang teduh dan aktif mencari makan pada malam hari. Alat untuk makan berbentuk seperti lidah yang kasar seperti parut yang disebut radula.
        12. Siput Telanjang Vaginula bleekeri atau Filicaulis bleekeri
            Phyllum : Mollusca
            1) Tanaman Inang :
            Selain menyerang anggrek, juga merusak pesemaian sayuran seperti kol, sawi, tomat dan tembakau.
            2) Gejala Serangan :
            Gejala serangan mirip Parmarion. Siput menyerang tanaman pada waktu malam hari. Bagian tanaman yang diserang adalah daun dan pucuk-pucuknya.
            3) Biologi :
            Bentuk siput seperti lintah, berwarna coklat keabuan, pada punggungnya terdapat bercak-bercak coklat tua yang tidak teratur dan ada sepasang garis memanang, panjang tubuh + 5 cm.
        13. Bekicot Achatina fulica atau A. variegata
            Phyllum : Mollusca
            1) Tanaman Inang :
            Bekicot selain merusak tanaman anggrek, juga tanaman bunga bakung, bunga dahlia, pepaya, tomat.
            2) Gejala Serangan :
            Bekicot banyak merusak seluruh bagian tanaman dengan memakan daun dan bagian tanaman lain. Selain itu juga makan tanaman yang telah mati.
            3) Biologi :
            Bekicot mempunyai cangkok (rumah), dengan ukuran panjang + 10-13 cm. Pada waktu siang hari bekicot ini sering istirahat pada batang pepaya, pisang dan dinding rumah. Pada waktu malam hari mencari makanan. Siang hari mencari tempat perlindungan di lubang tanah, kaleng atau bambu. Bila diganggu mereka akan menarik kepalanya ke dalam rumahnya. Kadang-kadang dapat mengeluarkan suara. Pada waktu musim kemarau yang panjang dan udara panas, kepala dan seluruh badan dimasukkan dalam rumah dan lubangnya ditutup dengan suatu lapisan membran yang tebal hingga ia dapat bertahan hidup selama musim kemarau + 6 bulan. Bila musim hujan tiba dalam beberapa jam mereka dapat segera mengakhiri masa istirahatnya dan mulai mencari makanan. Bekicot yang baru saja menetas bisa tahan tidak makan selama 1 bulan. Bekicot yang besar bisa tahan terendam air tawar selama 12 jam, tetapi kalau air mengandung garam bekicot akan mati dengan pelan-pelan. Telurnya berwarna kuning dengan diameter + 5 mm, biasanya terdapat dalam kelompok telur yang jumlahnya 100-500 butir gumpalan telur yang diameternya bisa sampai + 5 cm. Biasanya terletak di bawah batu, tanaman atau dalam tanah gembur. Telur ini akan menetas dalam 10-14 hari.
        14. Tungau Jingga Anggrek Pseudoleptus vandergooti (Oud)
            Ordo : Acarina
            Famili : Tertranychidae
            1) Tanaman Inang :
            Anggrek Dendrobium sp. sangat peka terhadap serangan tungau jingga.
            2) Gejala Serangan :
            Serangan hama ini mengakibatkan daun dan jaringan batang berubah warna.
            3) Biologi :
            Tungau berukuran 0,3 mm, hidup berkoloni pada daun-daun yang mati.
        15. Thrips Anggrek Dichromothrips (= Eugniothrips) smithi (Zimm)
            Ordo : Thysanoptera
            Sub Ordo : Terebrantia
            1) Tanaman Inang :
            Thrips anggrek dari P. Jawa ditemukan pula di Taiwan. Thrips mengakibatkan kerusakan serius pada pembibitan anggrek Arachnis sp., Cattleya sp., Dendrobium sp., Renanthera sp., dan Vanda sp.
            2) Gejala Serangan :
            Serangan hama ini mengakibatkan pertumbuhan tanaman terhambat, bunga berguguran, daun berubah bentuk dan berwarna keperakan. Pada musim kemarau serangan thrips dapat mengakibatkan penurunan produksi bunga.
            3) Biologi :
            Hama ini sangat kecil, dan berwarna abu-abu, ada juga yang berwarna kecoklatan. Panjangnya kira-kira 1-1½ mm. Trips mempunyai tiga pasang kaki, dan berbadan ramping.
        16. Kepik Anggrek Mertila malayensis Dist.
            Ordo : Hemiptera
            Famili : Miridae
            1) Tanaman Inang :
            Kepik ini memiliki daerah penyebaran meliputi wilayah Asia Selatan dan Timur. Kepik dapat ditemukan pada anggrek Phalaenopsis sp., Bulbophyllum sp., Renanthera sp., Vanda sp.
            2) Gejala Serangan :
            Serangan kepik menimbulkan gejala bintik-bintik putih kuning pada permukaan atas dan bawah daun anggrek. Kadang-kadang titik-titik tersebut sangat rapat sehingga merupakan bercak putih. Tanaman yang terserang lama-lama menjadi gundul.
            3) Biologi :
            Kepik berwarna merah kehitaman. Telur diletakkan di daun, dan nimfa yang baru menetas berwarna merah mirip dengan tungau. Serangga biasanya hidup berkelompok, jika diganggu maka akan melarikan diri dengan cepat. Di Salatiga siklus hidup sekitar 4 minggu, dan serangga dewasa dapat hidup selama 2 bulan.
        17. Kutu Daun Anggrek Cerataphis oxhidiarum (West)
            Ordo : Homoptera
            Famili : Aphidoidea
            1) Tanaman Inang :
            Kutu ini tersebar luas dan terutama dijumpai pada tanaman anggrek Dendrobium sp., Renanthera sp., Vanda sp. dan jenis-jenis anggrek tanah.
            2) Gejala Serangan :
            Kutu daun menempel pada daun, dan menyebabkan daun yang terserang berubah menjadi kuning, kemudian coklat, akhirnya mati.
            3) Biologi :
            Spesies kutu daun ini berwarna coklat gelap sampai hitam. Pada waktu masih muda, serangga berwarna hijau. Penyebaran meliputi di daerah tropis.
        18. Kutu Tempurung Aspidiotus sp.
            Ordo : Homoptera
            Famili : Diaspididae
            1) Tanaman Inang :
            Di daerah Bogor kutu tempurung ditemukan pada anggrek Renanthera sp. dan Vanda sp., kelapa, kelapa sawit, pisang, mangga, alpukat, jambu biji, kakao, karet, keluwih, jahe dan the.
            2) Gejala Serangan :
            Serangga ini mengisap cairan daun di bagian permukaan bawah sehingga meninggalkan bercak-bercak dan menyebabkan daun berwarna kuning kecoklatan. Kutu mengisap cairan daun, sehingga makin lama cairan daun habis dan jaringan di sekelilingnya terjadi nekrosis. Pada serangan berat seluruh daun menjadi kering dan kemudian rontok.
            3) Biologi :
            Serangga dewasa berwarna merah coklat gelap berukuran panjang 1,5 mm. Kutu betina dapat menghasilkan telur 20-30 butir. Telur diletakkan di dalam perisai di bawah badannya. Nimfa yang baru menetas akan ke luar dari perisai, berkelompok di permukaan bawah daun. Periode telur sampai dewasa mencapai 1,5-2 bulan. Aktivitas puncak terjadi pada musim kering.
        19. Siput Kecil Lamellaxis (= Opeas) gracilis (Hutt.) dan Subulina octona Brug.
            Phyllum : Mollusca
            1) Tanaman Inang :
            Di daerah Deli (Sumatera) sering ditemukan pada bedengan pembibitan tembakau, dan di daerah lain di Indonesia ditemukan menyerang sayuran di rumah kaca.
            2) Gejala Serangan :
            Siput ini tinggal pada tanaman anggrek di antara media tumbuh dalam pot dan menyerang bagian akar. Malam hari siput naik ke permukaan pot dan menyerang bagian daun. Serangan berat terjadi pada musim hujan.
            3) Biologi :
            Tempurung hama panjangnya 11 mm dan berwarna kuning terang. Kedua spesies hama ini di alam sering bercampur.
   2. Penyakit
         1. Busuk Hitam Phytopthora spp.
            1) Tanaman Inang :
            Penyakit ini terutama dijumpai pada anggrek Cattleya sp., Phalaenopsis sp., Dendrobium sp., Epidendrum sp. dan Oncidium sp.
            2) Gejala Serangan :
            Infeksinya tampak dengan adanya noda-noda hitam yang menjalar dari bagian tengah tanaman hingga ke daun. Dalam waktu relatif singkat seluruh daun sudah berjatuhan. Cendawan ini menyerang pucuk tanaman dan titik tumbuh. Bagian pangkal pucuk daun terlihat basah dan bila ditarik mudah terlepas. Bila menyerang titik tumbuh, pertumbuhan akan terhenti. Penyebaran penyakit ini sangat cepat bila keadaan lingkungan lembab.
            Pada Cattleya penyakit dapat timbul pada daun, umbi semu, akar rimpang dan kuncup bunga. Penyakit ini juga dapat timbul pada pesemaian sebagai penyakit busuk rebah. Pada daun terjadi bercak besar, berwarna ungu tua, coklat keunguan, atau hitam. Bercak dikelilingi halo kekuningan. Dari daun penyakit berkembang ke umbi semu, akar rimpang, bahkan mungkin ke seluruh tanaman. Jika penyakit mula-mula timbul pada umbi semu, maka umbi ini akan menjadi hitam ungu, dan semua yang terletak di atasnya akan layu. Seringkali daun menjadi rapuh dengan goyangan sedikit saja daun akan terlepas sedikit di atas umbi semu. Infeksi yang terjadi pada permukaan tanah dapat menyebabkan busuk kaki.
            Pada Vanda, mula-mula pada pangkal daun terjadi bercak hitam kecoklatan tidak teratur, dengan cepat meluas ke seluruh permukaan daun dan pada daun-daun sekitarnya. Pada umumnya penyakit timbul di daerah pucuk tanaman. Pada bagian ini daun-daun berwarna hitam coklat kebasah-basahan dan mudah sekali gugur. Kadang-kadang penyakit juga timbul pada batang dan daerah perakaran.
            3) Morfologi/Epidemiologi :
            Cendawan membentuk sporangium, mudah terlepas, bulat telur atau jorong, pangkalnya membulat, mempunyai tangkai pendek dan hialin. Spora Phytophthora dapat dipencarkan oleh angin, dan percikan air.
            Akar rimpang dapat dapat terinfeksi karena patogen yang terbawa oleh pisau yang dipakai untuk memotong (memisahkan tanaman). Penyakit juga berkembang oleh kelembaban yang tinggi, karena air membantu pembentukan, pemencaran, dan perkecambahan spora.
         2. Antraknosa. Colletotrichum gloeosporioides (Penz.) Sacc. (Stadium Sempurna : Glomerella cingulata)
            1) Tanaman Inang :
            Penyakit ini dijumpai pada anggrek jenis Dendrobium sp., Arachnis sp., Ascocendo sp., Phalaenopsis sp., Vanda sp. dan Oncidium sp.
            2) Gejala Serangan :
            Pada daun atau umbi semu mula-mula timbul bercak bulat, mengendap, berwarna kuning atau hijau muda. Akhirnya bercak menjadi coklat dan mempunyai bintik-bintik hitam yang terdiri dari tubuh buah (aservulus) cendawan. Pada umumnya bintik-bintik ini teratur pada lingkaran-lingkaran yang terpusat. Dalam keadaan yang lembab tubuh buah mengeluarkan massa spora (konidium) yang berwarna merah jambu atau jingga. Daun yang terserang akan gugur akhirnya umbi akan gundul.
            Pada bunga, penyakit menyebabkan terjadinya bercak-bercak coklat kecil yang dapat membesar dan bersatu sehingga dapat meliputi seluruh bunga.
            Cendawan dapat mempertahankan diri dengan hidup secara saprofitik pada sisa tanaman sakit. Pada cuaca menguntungkan (lembab), cendawan membentuk konidium yang apabila terbentuk dalam massa yang lekat, konidium dipencarkan oleh percikan air hujan/air siraman, mungkin juga oleh serangga.
            Cendawan adalah parasit lemah, yang hanya dapat mengadakan infeksi pada tanaman yang keadaannya lemah, terutama melalui luka-luka, termasuk luka karena terbakar matahari. Terjadinya penyakit juga dibantu oleh pemberian pupuk nitrogen yang terlalu banyak.
            3) Morfologi/Epidemiologi :
            C. gloeosporioides berbentuk aservulus pada bagian yang mati (nekrosis) yang berbatas tegas, biasanya berseta, kadang-kadang berseta sangat jarang atau tidak sama sekali. Aservulus berbentuk bulat, memanjang atau tidak teratur, garis tengahnya dapat mencapai 500 µm. Seta mempunyai panjang yang bervariasi, jarang lebih dari 200 µm, dengan lebar 4-8 µm, bersekat 1-4, berwarna coklat, pangkalnya agak membengkak, mengecil ke ujung, pada ujungnya kadang-kadang berbentuk konidium. Konidium berbentuk tabung, ujungnya tumpul, pangkalnya sempit terpancung, hialin, tidak bersekat, berinti 1,9-24 x 3,6 µm. Konidiofor berbentuk tabung, tidak bersekat, hialin atau coklat pucat.
            C. gloeosporioides tersebar luas, sebagai parasit lemah pada bermacam-macam tumbuhan inang, bahkan ada yang hanya hidup sebagai saprofit. Cendawan dapat mempertahankan diri dengan hidup secara saprofitis pada bermacam-macam sisa tanaman sakit. Pada cuaca menguntungkan jamur membentuk konidium. Karena terbentuk dalam massa yang lekat, konidium dipencarkan oleh percikan air, dan mungkin oleh serangga. Pembentukan konidium dibentuk oleh cuaca yang lembab, sedang pemencaran konidium dibantu oleh percikan air hujan maupun siraman.
         3. Layu Sklerotium rolfsii Sacc. (Stadium Sempurna : Corticium rolfsii Curzi)
            1) Tanaman Inang :
            Selain menyerang anggrek, penyakit ini diketahui menyerang pada tanaman pertanian lainnya. Pada anggrek terutama menyerang jenis-jenis terestrial, seperti Vanda sp., Arachnis sp. dan sebagainya.
            2) Gejala Serangan :
            Tanaman yang terserang menguning dan layu. Infeksi terjadi pada bagian-bagian yang dekat dengan tanah. Bagian ini membusuk, dan pada permukaannya terdapat miselium cendawan berwarna putih, teratur seperti bulu. Miselium ini membentuk sklerotium, yang semula berwarna putih, kelak berkembang menjadi butir-butir berwarna coklat yang mirip dengan biji sawi.
            Pada Phalaenopsis penyakit menyebabkan busuk akar dan pangkal daun. Jaringan menjadi berwarna kuning krem, berair, yang segera berubah menjadi coklat lunak karena adanya bakteri dan cendawan tanah.
            Sklerotium bentuknya hampir bulat dengan pangkal yang agak datar, mempunyai kulit luar, kulit dalam dan teras.
            Di daerah tropis S. rolfsii tidak membentuk spora. Cendawan dapat bertahan lama dengan hidup secara saprofitik, dan dalam bentuk sklerotium yang tahan terhadap keadaan yang kurang baik.
            S. rolfsii umumnya terdapat dalam tanah. Cendawan terutama terpencar bersama-sama dengan tanah atau bahan organik pembawanya. Sklerotium dapat terpencar karena terbawa oleh air yang mengalir.
            S. rolfsii terutama berkembang dalam cuaca yang lembab. Cendawan dapat menginfeksi tanaman anggrek melalui luka ataupun tidak, bila melalui luka infeksi akan berlangsung lebih cepat. Di Indonesia Oncidium sp. dan Phalaenopsis sp. sangat rentan terhadap S. rolfsii, Cattleya sp. agak tahan, sedangkan Dendrobium sp. sangat tahan.
            3) Morfologi/Epidemiologi :
            S. rolfsii adalah cendawan yang kosmopolit, dapat menyerang bermacam-macam tumbuhan, terutama yang masih muda. Cendawan itu mempunyai miselium yang terdiri dari benang-benang berwarna putih, tersusun seperti bulu atau kipas. Cendawan tidak membentuk spora. Untuk pemencaran dan mempertahankan diri cendawan membentuk sejumlah sklerotium yang semula berwarna putih kelak menjadi coklat dengan garis tengah kurang lebih 1 mm. Butir-butir ini mudah sekali terlepas dan terangkut oleh air.
            Sklerotium mempunyai kulit yang kuat sehingga tahan terhadap suhu tinggi dan kekeringan. Di dalam tanah sklerotium dapat bertahan selama 6-7 tahun. Dalam cuaca yang kering sklerotium akan mengeriput, tetapi justru akan berkecambah dengan cepat jika kembali berada dalam lingkungan yang lembab.
         4. Layu Fusarium oxysporum
            1) Tanaman Inang :
            Penyakit layu Fusarium dapat dijumpai pada anggrek jenis Cattleya sp., Dendrobium sp. dan Oncidium sp. Selain itu juga menyerang kubis, caisin, petsai, cabai, pepaya, krisan, kelapa sawit, lada, kentang, pisang dan jahe.
            2) Gejala serangan :
            Patogen menginfeksi tanaman melalui akar atau masuk melalui luka pada akar rimpang yang baru saja dipotong, menyebabkan batang dan daun berkerut. Bagian atas tanah tampak merana seperti kekurangan air, menguning, dengan daun-daun yang keriput, umbi semu menjadi kurus, kadang-kadang agak terpilin. Perakaran busuk, pembusukan pada akar dapat meluas ke atas, sampai ke pangkal batang.
            Jika akar rimpang dipotong akan tampak bahwa epidermis dan hipodermis berwarna ungu, sedang phloem dan xylem berwarna ungu merah jambu muda. Akhirnya seluruh akar rimpang menjadi berwarna ungu.
            3) Epidemiologi :
            Patogen dapat bertahan secara alami di dalam media tumbuh dan pada akar-akar tanaman sakit. Apabila terdapat tanaman peka, melalui akar yang luka dapat segera menimbukan infeksi. Penyakit ini mudah menular melalui benih, dan alat pertanian yang dipakai.
         5. Bercak Daun Cercospora spp.
            1) Tanaman inang :
            Semua jenis anggrek terserang oleh penyakit ini, terutama yang ditanam di tempat terbuka, seperti Vanda sp., Arachnis sp., Aranda sp., Aeridachnis sp. dan sebagainya.
            2) Gejala serangan :
            Penyakit timbul hanya apabila keadaan lingkungan lembab. Mula-mula pada sisi bawah daun yang masih muda timbul bercak kecil berwarna coklat. Bercak-bercak dapat berkembang melebar dan memanjang, dan dapat bersatu membentuk bercak yang besar. Pada pusat bercak yang berwarna coklat keputihan, cendawan membentuk kumpulan-kumpulan konidiofor dengan konidium, yang bila dilihat dengan kaca pembesar (loupe) tampak seperti bintik-bintik hitam kelabu. Pusat bercak akhirnya mengering dan dapat menjadi berlubang. Gejala ini lebih banyak terdapat pada daun-daun tua.
            3) Morfologi/Epidemiologi :
            Konidium cendawan ini berbentuk gada panjang bersekat 3-12. Konidiofor pendek, bersekat 1-3, cendawan dapat terbawa oleh benih dan bertahan pada sisa-sisa tanaman sakit selama satu musim. Cuaca yang panas dan basah membantu perkembangan penyakit. Penyakit dapat timbul pada tanaman muda, meskipun cenderung lebih banyak pada tanaman tua.
         6. Bercak Coklat Ralstonia (Pseudomonas) cattleyae (Pav.) Savul
            1) Tanaman Inang :
            Penyakit terutama menyerang Phalaenopsis sp. dan Catleya sp.
            2) Gejala serangan :
            Penyakit ini terutama merugikan Phalaenopsis sp. Bagian tanaman yang terserang yaitu daun dan titik tumbuh. Penyakit sangat cepat menjalar, dan pada daun yang terserang terjadi bercak lunak, kebasah-basahan dan berwarna kecoklatan atau hitam. Penyakit meluas dengan cepat. Jika penyakit mencapai titik tumbuh, tanaman akan mati. Bagian yang sakit mengeluarkan lendir (eksudat), yang dapat menularkan penyakit ke tanaman lain, melalui penyiraman.
            Pada daun Cattleya sp. penyakit tampak sebagai bercak-bercak mengendap, hitam dan kebasah-basahan. Pada umumnya penyakit hanya terbatas pada satu atau dua daun, dan tidak mematikan tanaman.
            3) Epidemiologi :
            Massa bakteri sering muncul di permukaan jaringan tanaman sakit. Penyakit ini berkembang pada kondisi lingkungan yang basah dan suhu yang tinggi. Penyakit dapat menular melalui alat-alat pertanian, air, media tumbuh dan benih yang terinfeksi.
         7. Busuk Lunak Erwinia spp.
            1) Tanaman Inang :
            Penyakit ini dapat menyerang semua jenis anggrek bahkan tanaman lain yang lunak jaringannya.
            2) Gejala Serangan :
            Penyakit ini menyerang tanaman anakan dalam kompot. Daun-daun anakan terlihat berair dan warna daun berubah kecoklatan. Pada pseudobulb atau bagian lunak lainnya terjadi pembusukan disertai bau yang tidak enak. Bakteri ini menimbulkan pembusukan pada jaringan yang lunak dan pada jaringan yang bekas digigit serangga.
            3) Morfologi/Epidemiologi :
            Sel bakteri berbentuk batang, tidak mempunyai kapsul, dan tidak berspora. Bakteri bergerak dengan menggunakan flagela yang terdapat di sekeliling sel bakteri.
            Bakteri patogen mudah terbawa oleh serangga, air, media tumbuh dan sisa tanaman yang terinfeksi, serta alat-alat pertanian. Suhu optimal untuk perkembangan bakteri adalah 27° C. Pada kondisi suhu rendah dan kelembaban rendah bakteri terhambat pertumbuhannya.
         8. Rebah Bibit Pythium ultinum, Phytohpthora cactorum dan Rhizoctonia solani.
            1) Tanaman Inang :
            Penyakit ini dijumpai pada tanaman muda dalam kompot pada anggrek jenis Cymbidium sp., Dendrobium sp., Oncidium sp. dan sebagainya.
            2) Gejala Serangan :
            Pada tanaman muda ditandai dengan gejala damping off, yaitu tanaman mati dan roboh. Bagian pangkal tanaman membusuk, sehingga tidak kuat berdiri tegak. Penyakit berkembang ke atas ke bagian-bagian lunak lainnya.
            3) Epidemiologi :
            Patogen tersebut terpencar malalui air. R. solani bertahan lama di dalam tanah (media tumbuh).
         9. Bercak Daun Pestalotia sp.
            1) Tanaman Inang :
            Penyakit ini dijumpai pada anggrek jenis Vanda sp., Arachnis sp., Dendrobium sp. dan Oncidium sp.
            2) Gejala Serangan
            Pada daun-daun tua dijumpai bercak dengan titik-titik hitam di bagian tengahnya. Mula-mula bercak berwarna kuning agak coklat.
            3) Epidemiologi :
            Patogen memencar dengan spora yang terjadi apabila ada perubahan yang mendadak dari keadaan basah kemudian kering dan disertai angin.
        10. Bercak Botryodiplodia sp.
            1) Tanaman Inang :
            Penyakit ini dijumpai pada anggrek jenis Vanda sp. dan Arachnis sp.
            2) Gejala Serangan :
            Pada anggrek Vanda sp. penyakit ditandai dengan bercak memanjang berwarna coklat sampai hitam. Gejala terjadi baik di daun maupun batangnya. Bercak tidak terbatas pada bagian-bagian yang tua saja tetapi yang mudapun terserang.
            3) Epidemiologi :
            Penyakit memencar dengan sporanya yang berada di dalam badan buahnya. Spora memencar bila terjadi perubahan cuaca yang mendadak dari basah ke kering.
        11. Bercak Bunga Botrytis cenerea
           1) Tanaman Inang :
            Penyakit ini terutama menyerang bunga pada anggrek jenis Phalaenopsis sp. dan Cattleya sp..
            2) Gejala Serangan :
            Pada mahkota bunga mula-mula terdapat bintik-bintik hitam. Bila penyakit telah berkembang lebih lanjut dengan bintik yang sangat banyak, bunga akan busuk dan menghitam.
            3) Epidemiologi :
            Penyakit ini berkembang bila kelembaban sangat tinggi. Pemencaran penyakit dilakukan dengan sporanya yang sangat mudah diterbangkan angin.
        12. Karat Uredo sp.
            1) Tanaman Inang :
            Penyakit karat dijumpai pada Oncidium sp. dan jenis-jenis lainnya.
            2) Gejala Serangan :
            Pada permukaan daun terdapat pustul berwarna kuning. Setiap pustul dikelilingi oleh jaringan daun klorotik. Serangan yang hebat menyebabkan daun mengering.
            3) Epidemiologi :
            Spora patogen mudah melekat pada kaki serangga dan oleh tiupan angin. Kondisi lingkungan yang lembab sangat membantu perkembangan penyakit.
        13. Virus Mosaik Cymbidium (Cymbidium mosaic virus= CyMV)
            Virus mosaik cymbidium dikenal juga dengan nama “Cymbidium black streak virus” atau “Orchid mosaic virus”.
            1) Tanaman Inang :
            Virus ini dijumpai pada 8 genera, yaitu Aranthera sp., Calanthe sp., Cattleya sp.,Cymbidium sp., Gromatophyllum sp., Phalaenopsis sp., Oncidium sp., dan Vanda sp.
            2) Gejala Serangan :
            Pada Cymbidium sp. gejala mosaik akan tampak lebih jelas pada daun-daun muda berupa garis-garis klorotik memanjang searah serat daun. Bunga pada tanaman Cattleya sp. yang terinfeksi biasanya memperlihatkan gejala bercak-bercak coklat nekrosis pada petal dan sepalnya. Bunga biasanya berukuran lebih kecil dan mudah rontok dibandingkan dengan bunga tanaman sehat.
            3) Morfologi/Epidemiologi :
            Partikel CyMV berbentuk filamen memanjang berukuran 13 x 475 nm. Virus ini menular secara mekanik melalui cairan atau ekstrak bagian tanaman sakit, tetapi tidak menular melalui biji ataupun serangga vektor.
        14. Virus Mosaik Tembakau Strain Orchid (Tobacco Mosaic Virus-Orchid = TMV-O)
            Virus ini dikenal juga dengan nama virus bercak bercincin odontoglossum (odontoglossum ringspot virus = ORSV).
               1. Tanaman Inang :
                  Jenis-jenis anggrek lain yang dapat terserang virus ini mencakup Dendrobium sp., Epidendrum sp., Vanda sp., Cattleya sp., Oncidium sp. Cymbidium sp. dan Phalaenopsis sp.
               2. Gejala Serangan :
                  Pada beberapa jenis anggrek seperti Cattleya sp., gejala infeksi virus ini bervariasi, yaitu berupa garis-garis klorotik, bercak-bercak klorotik sampai nekrotik atau bercak-bercak berbentuk cincin. Pada Oncidium sp. bercak-bercak nekrotik berwarna hitam tampak nyata pada permukaan bawah daun. Di lapang persentase tanaman anggrek Oncidium sp. terinfeksi virus ini dapat mencapai 100 %. Gejala pada bunga, misalnya pada anggrek Cattleya sp., berupa mosaik pada sepal dan petal. Bagian tepi bagian bunga ini biasanya bergelombang.
               3. Morfologi/Epidemiologi :
                  Partikel virus berbentuk batang berukuran 18 x 300 nm. TMV-O mudah ditularkan secara mekanik melalui ekstrak bagian tanaman sakit, tetapi tidak menular melalui serangga vektor ataupun biji.
   3. Pengendalian OPT Anggrek
         1. Fisik
            Media tumbuh disucihamakan dengan uap air panas agar tanaman bebas dari OPT yang dapat ditularkan melalui media tumbuh. Untuk menghindari penularan virus, usaha sanitasi harus dilakukan meliputi sterilisasi alat-alat potong. Setelah dicuci bersih alat-alat potong dipanaskan dalam oven pada suhu 149 ° C selama 1 jam.
         2. Mekanis
            Pengendalian secara mekanis dilakukan bilamana serangga hama dijumpai dalam jumlah terbatas. Misalnya pada pagi dan sore hari kumbang gajah dapat dijepit dengan jari tangan dan dimatikan. Demikian pula kutu tempurung pada daun anggrek dapat didorong dengan kuku, tetapi harus dilakukan secara hati-hati lalu dimatikan. Keong besar atau yang kecil dengan mudah dapat ditangkap pada malam hari dan dimusnahkan. Dengan membersihkan sampah dan gulma, maka keong tidak mempunyai kesempatan untuk bersarang dan bersembunyi.
            Pengendalian secara mekanis juga dilakukan pada bagian tanaman yang menunjukkan gejala serangan penyakit, yaitu dengan memotong dan memusnahkan bagian tanaman yang terserang.
         3. Kultur Teknis
            Pemeliharaan tanaman yang baik dapat meningkatkan kesehatan tanaman, sehingga tanaman dapat tumbuh lebih subur. Penyiraman, pemupukan dan penambahan atau penggantian media tumbuh dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman. Secara tidak langsung pemeliharaan yang berkelanjutan dapat memantau keadaan tanaman dari serangan OPT secara dini.
            Penyiraman dilakukan apabila diperlukan dan dilakukan pagi hari sehingga siang harinya sudah cukup kering. Pelihara tanaman dari serangan atau kehadiran serangga yang dapat menjadi pembawa atau pemindah penyakit. Udara dalam pertanaman sebaiknya dijaga agar tidak terlalu lembab, sehingga penyakit tidak mudah berkembang.
            Tanaman yang baru atau diketahui menderita penyakit diisolasi selama 2-3 bulan, sampai diketahui bahwa tanaman tersebut betul-betul sehat. Tanaman yang akan dibudidayakan sebaiknya juga berasal dari induk yang telah diketahui bebas penyakit.
         4. Kimiawi
            Untuk pengendalian OPT anggrek dapat dipilih jenis pestisida yang tepat sesuai dengan organisme pengganggu tumbuhan yang akan dikendalikan. Formulasi pestisida dapat berupa cairan (emulsi), tepung (dust) pasta ataupun granula. Konsentrasi dan dosis penggunaan biasanya dicantumkan pada tiap kemasan. Jenis-jenis pestisida yang dapat digunakan untuk mengendalikan OPT pada tanaman anggrek tercantum dalam Lampiran 1.
            Sebagai pencegahan, pot atau wadah lainnya, alat-alat seperti pisau dan gunting stek, sebaiknya setiap kali memakai alat-alat tersebut, disucihamakan dengan formalin 2 % atau desinfektan lainnya.
         5. Hayati
            Dilakukan dengan menggunakan :
                * Predator tungau : Phytoseiulus persimilis Athias Heniot dan Typhodiromus sp. (Phytoseiidae)
                * Predator kutu daun : kumbang koksi (Coccinelidae), lalat Syrpidae, dan laba-laba Lycosa sp.
                * Predator kutu putih : Scymnus apiciflavus.
                * Predator bekicot Achatina fulica : Gonaxis sp., Euglandina sp., Lamprophorus sp., dan bakteri Aeromonas liquefacicus.
                * Parasitoid Thrips : Famili Eulophidae
                * Parasitoid kutu daun : Aphidius sp. dan Encarsia sp.
                * Parasitoid pengorok daun Gonophora xanthomela : Achrysocharis promecothecae (Eulophidae).
                * Pemanfaatan agens antagonis Trichoderma sp., Gliocladium sp. dan Pseudomonas fluorescens untuk penyakit layu Fusarium sp. dan Ralstonia (Pseudomonas ) solanacearum.
F. PANEN DAN PASCA PANEN
          Keistimewaan tanaman anggrek terletak pada penampilannya saat konsumsi, sehingga usaha untuk mempertahankan mutu penampilan selama mungkin menjadi tujuan utama penanganan pasca panen dan pasca produksi. Untuk melaksanakan upaya tersebut perlu dipahami berbagai faktor yang dapat mempengaruhi mutu pasca panen atau pasca produksi tanaman anggrek. Faktor yang mempengaruhi mutu pasca panen anggrek bunga potong adalah tingkat ketuaan bunga, suhu, pasokan air dan makanan, etilen dan kerusakan mekanis dan penyakit. Sedangkan yang mempengaruhi anggrek pot antara lain kultivar, stadia pertumbuhan, cahaya, medium, pemupukan, temperatur dan lama pengangkutan.

   1. Bunga Anggrek Potong
         1. Ketuaan Bunga
            Selama ini bunga anggrek dipanen setelah 75%-80% bunga telah mekar terutama pada anggrek Dendrobium sp. Adakalanya pada jenis anggrek tertentu, seperti Cattleya sp., bunga dipanen 3 sampai 4 hari setelah mekar, karena bunga yang dipotong prematur akan gagal untuk mekar. Saat pemanenan perlu diperhatikan penularan penyakit virus dari satu pohon ke pohon lain. Sebaiknya alat pemotong hendaknya disterilkan lebih dulu sebelum digunakan lagi pada pohon berikutnya.
         2. Temperatur
            Bunga potong Cymbidium sp. dan Paphiopedilum sp. dapat bertahan selama 3 minggu pada temperatur 330–350 F (10 C) dan 6 sampai 7 minggu bila tetap di pohon. Jenis Cymbidium sp., Cattleya sp., Vanda sp., Paphiopedilum sp. dan Phalaenopsis sp. umumnya bisa bertahan sampai 2 minggu kalau disimpan pada suhu 5–70 C, sedangkan Dendrobium sp. potong cukup disimpan pada temperatur 10–130 C.
         3. Pasokan Air dan Hara
            Bunga anggrek potong peka terhadap kekeringan. Air yang hilang setelah bunga dipanen harus segera diimbangi dengan larutan perendam yang mengandung air dan senyawa lain yang diperlukan. Penggunaan berbagai senyawa kimia pengawet yang dilarutkan dalam air dianjurkan untuk memperpanjang kesegaran bunga potong.
         4. Etilen dan Kerusakan Mekanis
            Usahakan untuk menjauhkan bunga anggrek potong dari sumber/tempat kebocoran gas, asap, pemeraman buah dan kumpulan bunga yang sudah rusak dan layu. Ruangan untuk penanganan pasca panen (sortasi/grading dan pengemasan) hendaknya berventilasi baik. Kepekaan terhadap gas etilen dapat dikurangi dengan pemberian suhu dingin, baik setelah panen maupun setelah pengiriman. Bunga potong harus segera dikeluarkan dari wadah pengemasnya dan diletakkan pada ruangan dingin yang bersuhu cocok untuk bunga anggrek.
         5. Penyakit
            Bunga anggrek potong peka terhadap penyakit, tidak saja karena berpetal agak rapuh, tetapi juga terdapatnya cairan madu yang bergizi yang sangat baik untuk pertumbuhan patogen. Kerusakan akibat penyakit ini dapat dihindari dengan managemen kebersihan yang baik di rumah kaca maupun di kebun, pengendalian temperatur, dan minimalisasi terjadinya kondensasi pada bunga potong.
   2. Tanaman Anggrek Pot Berbunga Indah
         1. Kultivar
            Berbagai karakter morfologi, seperti warna bunga, jumlah kuntum bunga dan waktu berbunga telah digunakan untuk mengevaluasi kultivar baru industri bunga. Kriteria tersebut merupakan faktor-faktor penting dalam menciptakan kultivar baru. Pada masa yang akan datang kriteria toleransi terhadap kondisi pengangkutan, tingkat cahaya interior yang rendah, etilen dan pendinginan perlu pula dimasukkan ke dalam penilaian.
         2. Stadia Pertumbuhan
            Stadia pertumbuhan (umur) tanaman pot anggrek berbunga indah pada saat dipasarkan merupakan faktor utama yang mempengaruhi penampilan tanaman tersebut di dalam ruangan. Perlu diperhatikan bahwa stadia yang tepat untuk pemasaran tergantung dari waktu yang diperlukan untuk memperoleh tanaman. Umumnya tanaman dengan banyak bunga mekar lebih sulit dalam pengangkutan, lebih peka terhadap etilen dan lebih mudah rusak dari pada tanaman yang diangkut dalam stadia yang bunganya masih kuncup atau persentase bunga yang mekar masih rendah.
         3. Temperatur
            Temperatur perlu diturunkan selama siklus 2–3 minggu terakhir untuk memperkuat warna bunga dan meningkatkan kandungan karbohidrat tanaman, sehingga dapat mengakibatkan ketahanan simpan. Semua tanaman pot berbunga indah akan lebih tahan pada temperatur yang lebih rendah dan kisarannya sangat tergantung pada jenis tanaman. Selanjutnya tanaman berbunga yang ditempatkan pada temperatur 270 C atau lebih tinggi, umumnya mempunyai warna bunga lebih pudar, batang/tangkai lebih tinggi, daun cepat menguning dan rontok.
         4. Media
            Media berstruktur remah yang mudah dibasahi kembali oleh konsumen atau penata ruang sangat penting untuk menghasilkan penampilan optimum dari tanaman berbunga indah di dalam ruangan. Sejumlah gel polimer dapat digunakan untuk mempertahankan kelembaban media dan mencegah tanaman dalam ruangan menjadi kering. Irigasi dengan menggunakan wetting agent pada saat pemasaran berguna untuk memudahkan pembasahan kembali media.
         5. Pemupukan
            Nisbah N : K yang dianjurkan 1 : 1 sampai 3 minggu sebelum pembungaan, diubah menjadi 0,5 : 1. Nisbah ini mencegah masalah keracunan amonia dan meningkatkan masa simpan.
         6. Kepekaan Terhadap Etilen
            Tanaman pot anggrek berbunga indah peka terhadap etilen. Gejala yang ditimbulkan adalah kerontokan daun, kuncup dan bunga, dan kelayuan bunga, epinasti, peningkatan kerentaan terhadap mikroba dan aborsi bunga / kuncup.
            Salah satu cara efektif untuk mengurangi kepekaan terhadap etilen, yaitu dengan menurunkan temperatur selama pengangkutan. Cara lain yang digunakan secara komersial adalah dengan penyemprotan daun menggunakan senyawa antagonis terhadap etilen, sehingga dapat menekan produksi etilen dalam bunga, serta mengurangi pengaruh buruk etilen.
         7. Pengairan
            Kurangnya penyiraman tanaman yang berbunga indah serta membiarkannya layu akan menurunkan umur peragaan. Sebaliknya kelebihan air akan menyebabkan rusaknya akar, sehingga tanaman cepat rusak. Sebaiknya tanaman diairi tiap hari atau tiap dua hari sekali, tergantung pada tingkat cahaya, temperatur dan kelembaban, juga ukuran dan media tumbuh. Pengairan dilakukan terhadap media tanpa membasahi bunga dan daun.
         8. Cahaya
            Cahaya optimum yang diperlukan oleh tiap tanaman harus dipertahankan untuk menghasilkan tanaman yang mempunyai masa penampilan yang lebih baik, jumlah bunga maksimum, pembentukan daun yang sempurna, warna bunga indah, dan tinggi tanaman yang memadai. Umumnya tanaman pot berbunga indah akan membentuk bunga dalam jumlah maksimum dengan warna yang indah pada kondisi ruang bercahaya tinggi, meskipun cahaya matahari langsung dihindari.